Idul Fitri kali ini adalah tentang keluarga (saya!)

[English]
Kalau dipikir-pikir, sebenarnya setiap Idul Fitri selama ini, kini dan di masa yang akan datang buat saya adalah senantiasa tentang keluarga.

Awalnya, saya mencoba membaca kembali catatan saya tentang diskusi yang saya lakukan bersama dengan teman-teman saya berkenaan dengan Idul Fitri untuk bahan tulisan ini, berharap ada yang bisa saya jadikan bahan tulisan untuk dan tentang Idul Fitri. Tapi tidak ada yang menempel. Tidak ada apapun di catatan itu yang memberikan inspirasi buat saya untuk menulis apa pun. Mungkin, bukan itu yang saya perlukan saat ini.

Tapi, ya itu, keluarga! Saya sangat menyayangi keluarga saya. Mereka itu sempurna buat saya, betapapun gak jelasnya mereka (kami) kadang-kadang.

Beberapa hari belakangan ini, kakak-kakak laki-laki (2) dan perempuan (2) saya bersama keluarganya berkumpul di rumah Ibu. Ada yang menginap beberapa malam. Para asisten rumah tangga, yang biasanya membantu membereskan rumah, telah pulang kampung. Jadi hanya ada kami sekeluarga.

Saya menyaksikan sesuatu yang sudah lama tidak saya saksikan, karena kerap agak rumit untuk mengumpulkan semua anggota keluarga untuk saat yang (relatif) lama.

Saya menyaksikan betapa kami bergerak seperti sebuah badan tunggal. Kami duduk-duduk mengobrol, makan, dan ketawa-ketiwi. Kami melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Kami mempersiapkan rumah Ibu untuk Idul Fitri yang menjelang.

Dan praktis tak ada yang (perlu) menyuruh orang lain untuk mengerjakan apa pun. Kami secara otomatis dan alami mengerjakannya. Tentu kami berbincang tentang apa yang perlu dilakukan, namun tak ada yang perlu menyuruh siapa pun untuk melakukan apa pun. Serupa kami tahu tempat kami masing-masing dan kami tahu apa yang dibutuhkan dari kami. Dan bahkan bila saya, misalnya, tidak bisa melakukan sesuatu, saya tahu siapa yang perlu saya mintai tolong.

Di malam Idul Fitri, rumah telah siap menerima para tamu di beberapa hari kemudian. Ibu saya adalah salah satu yang dituakan di antara keluarga kami, jadi cukup banyak saudara yang berkunjung. Seiring dengan berdatangannya para tamu, kami (secara otomatis) bergiliran melayani tamu, menemani mereka, beres-beres, atau santai-santai dan duduk-duduk di sofa.

Sebuah pengalaman yang luar biasa: ketika kami, para manusia, bergerak layaknya sebuah tubuh tunggal karena Cinta. kami mengikuti ‘apa yang rasanya pas.’ Hati pun mengambil alih. Semua mengalir secara alami, nyaman dan amat mudah untuk dijalani. Ikatan kasih sayang di antara kami, walau lebih sering tak terucapkan dalam kata-kata, amatlah kuat. Dan hanya itu yang dibutuhkan untuk menggerakkan kami.

Ada kalanya, dalam dua-tiga hari belakangan ini, saya berhenti sejenak, sekedar untuk menyaksikan, menikmati, menghirup, seraya tersenyum, semua yang terjadi di sekitar saya, dan di dalam hati saya. Betapa indah. Betapa terberkatinya.

Mungkin Tuhan menunjukkan kepada saya apa rasanya “kembali ke fitrah” itu. Ketika kita kembali kepada fitrah, kepada sejatinya kita, dan kita tetap berada di dalam-Nya, tetap setia padanya, kita mengikutinya, maka semua pun mengalir secara alami dari sana. Kita hanya perlu berserah diri, mengikuti apa yang dibisikkan oleh sanubari, dan mengizinkan diri untuk dihanyutkan oleh keberadaan apa adanya.

Dan tak dinyana, Dia menggunakan segerombolan manusia yang indah dan tak biasa ini untuk menunjukkannya pada saya. Orang-orang yang telah bersama saya selama hidup saya. Orang-orang yang benar-benar menerima saya apa adanya, dan demikian sebaliknya. Seperti halnya, well, Tuhan.


Keindahan. Kemudahan. Cinta. Tuntunan. Hati. Berserah Diri. Mendengarkan. Mengikuti. Saya rasa Anda mengerti maksud saya.

Selamat Idul Fitri. Maaf atas segala salah. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah kita sebagai manusia, menjadi rahmat bagi seluruh alam. Salam untuk keluarga Anda.

PS: Saya terus berpikir “keluarga saya mungkin tak sempurna, namun …” tapi sebenarnya, mungkin kami ini sempurna. Karena Dia Sempurna.

Gambar ketupat diambil dari sini.


About this entry